Jumat, 03 Februari 2017

Kisah Air Mata Ibu Istiqomah


GUNUNGKIDUL – Selasa (06/12) lalu, tim Program PPPA Daarul Quran kembali melakukan aksi Mobile Quran (MOQU). Kali ini kami menyambangi Dusun Tembesi, Desa Ponjong, satu kampung pelosok di Gunungkidul. 

Kampung ini terletak di sebelah barat Kecamatan Tepus. Surganya para penikmat pantai, yang berlokasi tepat di sebelah utara Kecamatan Semanu. Perjalanan menuju tempat ini membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam dari Kota Yogyakarta.

Hijau dan rindangnya pepohonan, sejuk dan embun yang masih menyebar menjadi teman perjalanan kali ini. 

Hingga, perlahan-lahan menjadi hujan yang cukup deras. Tak diduga, saat diperjalanan seorang relawan kemanusiaan mendatangi kami. Ia salah satu anggota tim dan pendamping kali ini, ia disapa akrab Pak Indo.

Dengan arahannya, kami dibawa ke sebuah rumah yang terletak persis di ujung jalan Ponjong. Awalnya, rumah itu terlihat seperti sebuah masjid karena di pelatarannya terdapat gelaran beberapa sajadah.

Rumah yang dikira masjid itu masih sangat sepi. Hanya ada tiga orang perempuan remaja menyambut kami dan seorang ibu-ibu paruh baya. Tim Moqu dipersilahkan masuk, sambil menunggu waktu Ashar tiba.

Masuklah kami ke sebuah ruangan dengan pintu masuk utama. Di sebuah ruang tamu yang sempit dengan sebuah TV LED yang tak menyala. Kami duduk di samping bangku panjang. Tak ada sofa, kursi, atau perabotan lainnya. Hanya selembar karpet beludru warna krem menjadi alas duduk kami.

Sebuah meja panjang bertaplak hijau telur dengan renda-renda sulam pita menghiasinya. Di atas TV, terlihat sebuah plang yang menempal di dinding dan bertuliskan “Panti Asuhan Rumah Sejahtera”.

Ternyata, rumah ini adalah panti asuhan dan ibu Istiqomah adalah pemilik rumah dan pendiri panti ini. Ia pun menjadi saksi sejarah semua anak-anak di panti.

Wajah teduhnya bercerita semua lelah dan upaya mengelola panti, bersama sang suami Faizuz. Dengan penghasilan yang tidak sebarapa sebagai seorang PNS, yang mengajar di SMP. Mereka mengelola panti seadanya dan semampunya sejak 25 tahun silam.

Ia bercerita, anak pertama yang diasuhnya telah menikah dan memiliki anak. Matanya berbinar saat mengisahkan perjalanan anak asuh pertamanya, yang kini telah sukses.

Istiqomah bersyukur menjadi seseorang yang hadir dalam kehidupannya. Dari memulai pendidikan hingga menuju pelaminan. Bahkan, ia pun tak menyangka bisa melalui hal itu semua. Mengingat, ia pun masih menanggung dua orang putra kandungnya.

Waktu berlalu dengan cepat dan semakin banyak anak yang berdatangan dengan berbagai latar belakang. Pasangan ini pun urung menolak, mengingat masa depan anak-anak yang harus diselamatkan.

"Anak-anak semakin bertambah, sedangkan rumah tak lagi cukup menampung. Dengan dana yang entah berasal dari mana saja, kami membangun sebuah asrama tepat di belakang rumah dan sebuah masjid di samping rumah," tutur Istiqomah.

Kini, ke-58 remaja putri berdiam di sana dan tempat belajar untuk mereka. Hingga, dibangunkan sistem pendidikan yang dicanangkan Istiqomah dan suami. Mengingat keduanya adalah guru.

Selain pendidikan umum, pendidikan agama pun ditambahkan. Termasuk hafalan Quran dengan target 30 juz. Ia mengungkapkan, beberapa putri asuhnya telah menghafal 1 hingga 6 juz. Setiap surau, riuh dawam Al Quran memenuhi seisi masjid.

Ia berkata, "hal inilah yang menjadi semangat kami untuk terus menjadi orang tua mereka. Berharap, syukur-syukur ada yang menjadi hafidz".

Kalaupun belum, lanjut ia, setidaknya mereka berakhlaq baik, percaya diri, berprestasi, dan bisa membaca Quran dengan baik. Siapa tahu, dengan hadirnya mereka, jalan syurga itu di depan mata.

Suatu ketika ada orang yang berkunjung kerumah mereka. Seketika heran dan bertanya-tanya kenapa banyak anak-anak. “Orang yang datang ke rumah ini selalu kaget. Ada apa ini? Kok banyak anak-anak? Anak siapa mereka?”, ungkap Pak Faiz mengenang pengalaman rekan-rekannya.

Dengan tenang ia selalu menjawab, "mereka adalah putra-putri bapak". Air mata pun selalu hadir dan saksi, semua yang berlalu di sana.

Istiqomah dan Faiz selalu berharap Rumah Sejahtera, tak hanya sekedar rumah panti melainkan pondok pesantren tahfidzh. Sehingga, dapat memberikan manfaat lebih luas dan menjadi amalan jariyah yang terus mengalir untuk keduanya.

Riuh muraja’ah hafalan anak-anak di pelataran, mengisi waktu disela kami terdiam. Hingga tim memutuskan untuk undur diri dan melanjutkan perjalanan.

Dengan gontai kami meninggalkan gerombolan anak-anak yang melambaikan tangannya memberi salam perpisahan. Rantai kisah itu, seakan tidak terlepas dari benak kami.

Hanya bait doa yang mampu kami dawamkan, "semoga kelak bisa berjumpa kembali dan Allah meridhai kami mendawamkan Al Quran , melalui Mobile Quran ini."
Sumber : http://www.timesindonesia.co.id/read/138756/3/20161216/101441/kisah-air-mata-ibu-istiqomah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar