Jumat, 03 Februari 2017

Dari Merapi Untuk Aceh


JAKARTA – Ratusan koin lima ratus dan seribu-dua ribuan baru saja ditumpahkan dari dalam sebuah kantung kresek hitam. Koin-koin seberat sekitar 5 kg itu, adalah infaq dari santri-santri Kampung Quran Merapi untuk bencana gempa Aceh yang terjadi Selasa (6/12) lalu. 

Sore itu, Kamis (08/12) yang hujan. Para santri mempersembahkan koin-koin yang dikumpulkan, melalui mengangkut pasir untuk korban gempa Aceh. Bentuk kepedulian mereka itu diberikan melalui kehadiran Mobile Quran, PPPA Daarul Qur'an.

Diceritakan, hal itu bermula saat beberapa anak-anak remaja di Kalitengah setiap sepulang sekolah buru-buru menuju sungai yang dikenal sebagai Kali Gendol. Mengikuti orang tua mereka yang lebih dulu menambang pasir di tempat itu. Tepat di lereng Merapi, yang 6 tahun silam kali itu menjadi paralon raksasa untuk mengalirkan lahar dingin muntahan Merapi.

Kalitengah, kampung teratas di lereng Merapi itu pun sempat menghilang, lenyap disapu lahar. Warga harus turun ke bawah untuk menyelamatkan diri sedangkan mereka yang enggan, akan mati terpanggang bersama sapi atau kambing mereka.

Bagaimanapun, bencana akan tetap membawa hikmah. Selepas letusan Merapi, warga kembali ke kampung halaman walau sudah dilarang pemerintah karena melewati batas zona merah “rawan bencana”. Para warga hirau, karena kampung halaman selalu menyimpan rindu untuk ditemui, ziarahi, dan dirawati.

Kali Gendol penuh lahar dingin membatu meski telah meluluhlantakkan pepohonan, pertanian dan ternak-ternak warga, nyatanya justru menjadi pengganti sumber kehidupan mereka. Tak tanggung-tanggung, dengan mengangkuti pasir dan bebatuan Gendol, mereka bisa meraup 100 sampai 500 ribu rupiah per hari. Ini jauh lebih besar daripada menunggu hasil panen selama 3 bulan, atau menunggu kambing dan sapi mereka beranak untuk dijual.

Anak-anak pun turut serta mencari keuntungan dari Gendol. Beberapa lembar rupiah bisa mereka dapatkan hanya dengan membantu mengangkut beberapa ember pasir sepulang sekolah. Tapi mereka tak bisa lama-lama mengangkut pasir karena mereka harus mengaji bersama anak-anak lain di Kampung Quran Kalitengah.

Aryo, guru ngaji mereka sudah menanti di sebuah surau kecil berdinding bilik setiap sorenya. Dari Aryo pula, infaq untuk saudara sesama muslim yang terkena bencana digalakkan sejak dua tahun silam, dimana saat itu Rohingya sedang kritis.

Tepat sejak dua tahun yang lalu anak-anak itu menyisihkan uang jajan mereka untuk infaq, hari ini sudah terkumpul begitu banyak. Kata pepatah, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.

Entah sudah berapa juta “tabungan” akhirat mereka terkumpul. Ada yang diberi uang jajan oleh orang tua mereka, ada yang uang hasil keringat sendiri. Namun, semuanya sama dari satu sumber, yaitu mengangkut pasir Gendol.

“Ini uang infaq yang anak-anak kumpulkan sejak dua tahun lalu. Sekarang sudah sekitar 3-4 jutaan. Nanti tolong dihitung ya mas, mbak, berapa jumlahnya. Kalau sudah dihitung nanti kami di-sms”, kata Aryo, pendamping Kampung Quran Merapi, dengan senyuman yang tergambar di wajahnya, sembari menyerahkan bungkusan koin-koin itu.

“Awalnya kami mengumpulkan infaq untuk Rohingya, dan kemarin Rohingya panas lagi. Tapi baru saja saudara kita di Aceh terkena bencana gempa bumi, jadi infaq ini sebaiknya diberikan untuk saudara-saudara kita di Aceh”, pintanya.

Penderitaan yang serupa, trauma yang sejenis. Mungkin itu yang ada di hati anak-anak Merapi mengingat saudara-saudara mereka di Aceh. Sehingga, tangan-tangan mungil mereka dengan ringan berbagi uang saku untuk mereka yang bernasib sama.

Semoga bermanfaat segala doa dan ikhtiar untuk Aceh dari para Santri Kampung Quran Merapi, yaitu anak-anak penggali pasir yang terus menghafal Quran. Aamiin.

Sumber : http://www.timesindonesia.co.id/read/138757/2/20161216/064434/dari-merapi-untuk-aceh/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar