Selasa, 07 Februari 2017

Dewan Pendidikan Lamongan Dukung LKS Dihapus

Dewan Pendidikan Lamongan Dukung LKS Dihapus

LAMONGAN – Ketua Dewan Pendidikan Lamongan (DPL), R. Chusnu Yuli Setyo, mendukung program Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajir Effendi untuk menghapus Lembar Kerja Siswa (LKS)  di sekolah. 
“Banyak laporan orang tua ke Dewan Pendidikan yang menyatakan keberatan atas tingginya harga LKS di sekolah dasar di Lamongan," ujar Chusnu usai menghadiri acara pembinaan Mendikbud dalam Rakor Implementasi Kurikulum 2013 di LPMP Jawa Timur, Senin (21/11/2016) kemarin.
Alasannya, sambung dia, sekolah sudah mendapat dana BOS yang bisa diperuntukkan untuk membeli buku pegangan siswa. Seharusnya dalam tiga tahun buku pegangan siswa ini sudah tuntas. Banyak buku Kurikulum 2013 yang bermutu dan harganya sangat terjangkau. 
Dinas pendidikan harus meminta laporan sekolah mana saja yang sampa sekarang belum mempunyai buku pegangan siswa. Kalau belum punya, pemerintah memberi subsidi sekolah tersebut agar segera terpenuhi kebutuhan siswa. Disamping itu banyak keluhan dari orang tua yang keberatan harga LKS di SD di Lamongan yang terlalu mahal dibanding harga LKS di pasaran.
"Saya pernah menjadi penulis buku LKS. Jadi saya tahu kalau ada LKS dijual Rp8.000 ke atas, itu sudah dapat untung banyak. Kalau ada LKS yang harganya sampai Rp 20.000, saya jadi ingin tahu bagaimana bentuk LKS-nya, sehingga harganya sangat mahal seperti itu. Menyamai harga buku pegangan  K-13. Kalau seperti ini program Mendikbud perlu didukung dan segera dilaksanakan di Lamongan," ucapnya.
Terlebih, tambah Chusnu, Mendikbud Muhajir Effendi sudah mengetahui permainan penjualan dan penggunaan di sekolah hingga Dinas Pendidikan (Disdik). 
Untuk di ketahui, Mendikbud Muhajir Effendi, memerintahkan LKS dihapus dan tidak digunakan lagi di sekolah-sekolah. “Murid jangan lagi diberi beban tambahan di rumah. Jangan ada lagi LKS. LKS dihapus," katanya saat memberi materi pembukaan Rakor dan Evaluasi Hasil Pendampingan Implementasi Kurikulum 2013 di LPMP Jawa Timur.
Menurut Muhajir, LKS tak hanya membebani siswa, namun dari sisi harga juga membebani orang tua murid. "LKS itu harganya rata-rata Rp20.000, kali 11 pelajaran, sudah Rp120.000, yang harus dibayar orang tua," ucapnya. 
Menurutnya, apabila LKS dihapus, maka akan bisa menghemat dana yang harus dikeluarkan orang tua murid. "Kalau di satu sekolah saja itu sedikit jumlahnya. Tapi kalau seluruh Indonesia, akan besar dana yang bisa dihemat (kalau dihapus, res)," ujarnya.
Lebih jauh, kata Muhajir, adanya LKS banyak guru yang hanya mengajar materi sesuai LKS, menyuruh siswa mengerjakan soal yang ada di LKS. "Padahal tugas guru adalah membuat soal. Ini tugasnya tergantikan oleh LKS. Siswa diberi PR dari LKS. Kalau siswanya tidak bisa, ibunya yang mengerjakan LKS. Permainan LKS akan saya ungkap. Saya tahu semuanya," tuturnya. 
Sementara Didik Suhardi, Sekretaris Jenderal Kemendibud, di acara yang sama dengan Mendikbud, menjelaskan bahwa dana fungsi pendidikan untuk alokasi Tunjangan Profesi Pendidik itu sangat besar yaitu sekitar 77 triliun. Itulah sebabnya ia meminta guru untuk bersyukur dan tidak henti-hentinya untuk selalu belajar meningkatkan kompetensinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar